Kondisi Kantor Kampung Sanggay, Distrik Namblong, Kabupaten Jayapura. Rabu, 12/02/2025. (Foto ; DocHumasKomisiA)
SENTANI | Papuareels.id Polemik terkait penggunaan Pokok Pikiran (Pokir) DPRK Jayapura kembali menjadi sorotan. Seorang pejabat menegaskan bahwa Pokir tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang menjadi kewenangan negara di tingkat kampung. Menurutnya, Pokir harus berskala besar dan bersifat strategis, bukan untuk belanja kecil seperti rehabilitasi kantor kampung.
"Kalau rehab kantor kampung pakai Pokir, itu susah. Pokir harus menjawab kebutuhan yang lebih luas, bukan hanya untuk kepentingan kampung tertentu," ujarnya. Ia menekankan bahwa anggaran desa yang sudah ada seharusnya digunakan untuk perbaikan kantor kampung, sementara Pokir lebih baik dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak, seperti pendidikan dan kesehatan.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan efektivitas pengawasan DPR terhadap wilayah yang mereka wakili. "DPR itu biji mata masyarakat. Pengawasan tidak boleh hanya dilakukan saat reses. Harus 24 jam melihat persoalan di lapangan," katanya.
Ia juga mengkritik sistem birokrasi yang cenderung menyelesaikan masalah dengan sekadar memenuhi permintaan tanpa solusi yang mendasar. "Kalau Pokir hanya dipakai untuk menjawab keinginan, bukan kebutuhan, itu bukan solusi, tapi kolusi," tegasnya.
Menurutnya, perlu ada terobosan baru dalam perencanaan anggaran agar dana yang dialokasikan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. "Kita harus analisis lebih dalam. Kalau kantor kampung rusak, kenapa? Mungkin karena kepala kampung tidak menjalankan tugasnya. Harus dicek, siapa yang bertanggung jawab? OPD teknis harus dipanggil, lalu ditindaklanjuti dengan tegas," jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam penggunaan dana agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat. "Siapa yang bisa menjamin bahwa 100 persen anggaran ini turun ke masyarakat? Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi juga mentalitas dalam mengelola anggaran," pungkasnya. (DanTop)